Konflik yang terjadi di Chechnya sangat berpengaruh terhadap hubungan
antara orang Rusia dan orang Chechen (penduduk Chechnya). Krisis Beslan
pada tahun 2004 lalu merupakan puncak ketegangan antara bangsa Rusia
dan bangsa Chechen. Berikut tahapan-tahapan dalam sejarah perlawanan
bangsa Chechen terhadap Rusia:
Periode Pertama
Etnonasionalisme dianggap sebagai cara terbaik mengatasi semua masalah Chechnya ini. Kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi bangsa ini telah terpuruk sebegitu dalamnya. Perjuangan mereka ini selalu menemui hambatan oleh kekerasan yang dilakukan Rusia yang tidak rela melepas negara ini sejak berabad-abad yang lalu, yang sebagian besar disebabkan oleh letaknya yang strategis sebagai daerah benteng (Pegunungan Kaukasus) alami yang susah ditembus dari luar, sebagai daerah jalur pipa minyak Rusia, serta daerahnya yang cukup subur akan hasil-hasil alam, khususnya minyak tadi.
Periode Pertama
Dimulai pada pertengahan abad 16 dan berakhir pada akhir abad 17,
ditandai dengan kolonisasi yang damai di daerah tersebut. Ciri khas
daerah ini pada masa itu adalah hubungan sekutu antar vassal (daerah
kekuasaan dengan raja-raja kecil yang berkumpul menjadi satu kesatuan di
bawah penguasa yang lebih besar) yang dipimpin oleh pemimpin-pemimpin
bangsa Chechen dengan keluarga Tsar di Moscow. Moskow sudah mulai
bermaksud meluaskan pengaruhnya di bidang politik dan ekonomi. Pada masa
itulah banyak penduduk dan pemimpin Chechen yang tertarik dengan
pendekatan-pendekatan Moskow, dan mulai mengakui (dengan sukarela)
kekuasaan Moskow di daerah mereka.
Periode Kedua
Masa ini terjadi selama abad ke 18, ditandai dengan ekspansi militer
pertama Rusia ke wilayah Utara pegunungan Kaukasus. Di bawah pimpinan
Peter I, dan kemudian Catherine II, Rusia mulai berhasil mengkolonisasi
daerah pegunungan itu.
Walaupun perlawanan rakyat Chechnya telah dimulai pada tahun 1781,
namun baru pada tahun 1785 perlawanan Chechnya terhadap terjangan Rusia
mulai terasa ketika berada di bawah pimpinan Sheikh Mansur. Pada masa
itulah bangsa Chechen mulai membangkitkan perlawanan bersenjata mereka
guna memperjuangkan kebebasan dan kemerdekaan mereka. Sheikh Mansur-lah
yang dikenal pernah mencoba untuk menyatukan daerah Utara Kaukasus
menjadi satu negara Islam yang merdeka dari Rusia, namun tidak
berhasil,namun namanya masih tetap dikenal hingga sekarang.
Gerakan anti kolonial Chechnya ini dimulai oleh orang-orang dataran
tinggi, yang kemudian dengan cepat menyebar ke daerah-daerah lain.
Perlawanan ini biasanya dilakukan oleh orang-orang dari golongan bawah
yang merasakan ketidakadilan dalam pemerintahan. Pada awalnya kaum
usahawan dan bangsawan setempat juga ikut menyumbangkan andil mereka
lewat bantuan logistik dan sumbangan orang-orang pekeja mereka dalam
peperangan, namun sejak mulai dicanangkannya gerakan anti-feodal oleh
Sheikh Mansur, mereka mulai bergabung ke dalam faksi-faksi yang
pro-Moskow. Imam pertama ini berjuang hanya sekitar 6 tahun saja, dan
meninggal ketika tentaranya kalah di benteng Schulsselburg pada tahun
1791.
Periode Ketiga
Hubungan antara bangsa Rusia dan Chechen bertambah retak pada awal
abad ke-19, ketika Jenderal A.P. Yermolov menjadi pemimpin pasukan Rusia
di wilayah Kaukasus itu, dimana tentara Tsar mulai masuk ke
daerah-daerah terkecil Chechnya sekalipun. Pasukan perlawanan Chechnya
saat itu dipimpin oleh Beibulat Taimiev, yang sudah berkuasa selama 30
tahun, dimana ia dinilai sangat berhasil mempersatukan sebagian besar
bangsa Chechen ke dalam satu kesatuan perlawanan. Ia juga mempunyai
impian dengan menyatukan gerakan perlawanan Chechnya-nya dengan
pemimpin-pemimpin feodal dari Utara Kaukasus yang sudah retak. Ia
kemudian diajak berunding, dengan tujuan menghindari perang besar yang
berkelanjutan dengan Rusia, tanpa mengesampingkan keinginan Chechnya
untuk merdeka, demi kebebasan bangsanya. Namun ajakan damai itu ternyata
merupakan muslihat pihak Rusia, dan diakhri dengan pembunuhan yang
semakin menyulut perlawanan Chechnya yang lebih besar.
Tahun 1828 menjadi titik tolak dari perang Kaukasia. Perlawanan kaum
pro-kemerdekaan dari daerah dataran tinggi Chechnya dan Daghestan mulai
dipengaruhi “muridisme” yang membuat pemimpin-pemimpin gerakan
perlawanan semacam Imam Gazi-Magomed, Gamzat-Bek, Shamil, dan
Tashov-Khadzi mulai mengobarkan ‘gazavat’, semacam perang jihad. Tahun
1834 Imam Shamil berhasil mewujudkan impian Sheik Mansur dengan
menyatukan bagian-bagian dari orang-orang gunung Kaukasus Utara dalam
satu perlawanan melawan kekuasaan Rusia dan mendirikan pemerintahan
teokratis Sharia, yang dikenal dengan nama imamat selama 27 tahun.
Pada tahun 1859 Shamil mengalami kekalahan dan menjadi tahanan
istimewa dari Tsar Alexander II. Rakyat Chechnya kemudian berada di
bawah kekuasaan administrasi militer Moskow, namun mendapatkan otonomi
dalam permasalahan regional mereka seperti yang dijanjikan oleh Tsar
kepada Shamil. Ketika Perang Dunia I pecah, Rusia membuat perjanjian
dengan Turki Ottoman, dimana mereka akan mendapatkan bantuan dari
penduduk setempat, yang kemudian dikirimkan sebagai bala tentara yang
kuat, dan Rusia mendapat keuntungan dengan berkurangnya risiko
perlawanan dengan berkurangnya bangsa Chechen yang gampang bergolak.
Menyadari akal Rusia, bangsa Chechen mulai bergolak lagi, dan
ditanggapi secara preventif oleh pasukan Tsar dengan menghilangkan,
mengasingkan, maupun mengusir para pemimpin perlawanan. Pada
kenyataannya hal ini tidak berpengaruh, karena rakyat Chechnya mulai
berkaca dan menyadari bahwa hukum kebebasan yang berlaku pada rakyat
Kekaisaran Rusia tidak berlaku terhadap mereka. Chechnya diperintah oleh
kekuasaan militer yang sangat tidak adil dan manusiawi.
Mengamati penyebab dari Perang Kaukasia ini, dapat dilihat ini akibat
dari ekspansi tentara rezim tsar, dan tidak lepas dari konflik internal
antar pemimpin Chechnya yang menginginkan kekuasaan dan pengaruh di
antara rakyat dataran tinggi/gunung. Perlawanan kaun separatis Chechnya
(yang biasanya berasal dari etnis-etnis keras dan golongan Islam garis
keras) selama berusaha memisahkan diri dari Rusia selalu mendapat
perlawanan dari saudara mereka sendiri yang lebih pro-Rusia (biasanya
berasal dari pemimpin-pemimpin yang sekuler maupun kaum agamis yang
tradisional). Perlawanan ini juga tidak erlepas dari keadaan Chechnya
yang sedari dulu diliputi kemiskinan, padahal daerah mereka kaya akan
hasil-hasil tambang dan pertanian, yang hasilnya tidak pernah mereka
nikmati sendiri. Hal ni menunjukkan sistem pemerintahan kolonial yang
tidak baik dan campur tangan dari penguasa-penguasa setempat.
Peperangan antara bangsa Rusia-Chechen ini membuat kita menyadari
bahwa telah terjadi ketidaksamaan tujuan dari pemimpin-pemimpin setiap
pihak tentang bagaimana bentuk daerah Chechnya semestinya. Terlebih
sentimen yang muncul disebabkan oleh perbedaan religiusitas. Gangguan
dan kekerasan yang banyak terjadi sejak pertama kalinya pendudukan Rusia
mengusik pola kehidupan tradisional bangsa Chechen yang sangat
dipengaruhi agama mereka, Islam, sebagai agama minoritas di Rusia. Maka
tidak heranlah perlawanan dengan gampangnya bergolak karena didasari
oleh semangat anti kafir yang diteriakkan lewat jihad yang mereka
namakan gazavat.
Seperti yang terjadi di saat Rusia mengerahkan kekuatan penuh untuk
membungkam kekuatan nasionalis Chechnya di mana memang hanya sedikit
yang berpatisipasi langsung dalam peperangan itu, namun mereka semua
(bangsa Chechen) merasa berperang melawan Rusia. Bahkan karena terjadi
konflik kepentingan internal, terjadi juga perang saudara, atau bahkan
tidak memilih, yang berarti melawan kedua kekuatan, Rusia dan Chechen.
Periode Keempat
Dimulai pada akhir abad ke-19, dimana secara konstitusional Chechnya
merupakan bagian dari Rusia, pada masa ini rezim tsar di Chechnya banyak
melakukan penipuan dan perampokan semena-mena. Hal ini dengan cepat
ditanggapi oleh pemerintahan tsar yang mulai berpikir bahwa kekerasan
tidak akan berhasil mengatasi masalah orang-orang gunung ini. Yang
diperlukan adalah kebudayaan dan modernisasi, yang dituangkan dengan
jalan membentuk kesatuan polisi daerah dari orang-orang Chechen yang
tunduk kepada Rusia, dan mendirikan sekolah Rusia di sana, yang secara
tidak langsung mengajak orang-orang gunung untuk lebih memfokuskan diri
kepada perekonomian, bukan lagi perang semata. Di Grozny minyak bumi
mulai disedot dan disuling, jalur kereta api dibuat. Pada masa ini
pulalah kekuatan Chechnya dikomandoi oleh Kunta-Khadzhi, Solet-Khadzhi,
Deni-Sheikh Arsanov, Bammat-Girei Mitaev, Ali Mitaev, Sugaip-Mulla, dan
penganut agama Islam tradisional mereka saja. Masa ini juga dikenal
sebagai masa damai yang dikarenakan kondisi pemerintahan yang mulai
melonggarkan peraturan pendudukan etnis yang menandakan gerakan
liberasisasi sistem sosial Rusia menuju monarki konstitusional.
Para pemuka Chechnya saat ini mencoba berkompromi dengan membiarkan
pembangunan berjalan terus di daerahnya, dan mengikutsertakan
pejuang-pejuang tangguhnya dalam hampir semua perang Rusia, walau dengan
perlakuan diskriminatif terhadap etnis mereka yang terus berlangsung.
Dalam peperangan ini, khususnya melawan Turki, Jepang, dan Jerman,
resimen Chechnya dan Ingush merupakan pasukan elite yang bahkan
mendapatkan pujian dari Tsar Nicholas II sendiri.
Di tempat kelahiran mereka, awal abad ke-20 ditandai dengan
tekanan-tekanan terhadap perlawanan orang-orang gunung yang tidak
habis-habis, yang tentu saja dibalas dengan sikap berani mati oleh
sebagian besar bangsa Chechen. Pada masa ini pula mulai berkembang
pengaruh Partai Sosial Demokrat yang menyaingi ideologi Islam.
Periode Kelima
Ketika terjadi revolusi dan Perang Saudara (dari 1917 sampai 1925)
Chechnya semakin panas, karena rakyatnya terbagi lagi menjadi tiga kubu:
1. Nasionalis yang menginginkan bergabungnya Chechnya ke dalam Soviet (Komunis).
2. Nasionalis Demokrat yang menginginkan bergabungnya orang-orang
gunung dan tetangga Barat mereka ke dalam sebuah kesatuan negara.
3. Nasionalis radikal yang berorientasi hanya kepada Islam dan bersemangat menggabungkan Chechnya ke dalam Turki.
Perjuangan rakyat Chechnya banyak bermunculan, contohnya dengan usaha
membentuk sebuah negara teokratik merdeka buatan Sheikh Uzunkhadzhi,
juga pembuatan sebuah negara yang lebih sekuler (Repulik Mountaineers
pada tahun 1918). Kedua-duanya memang gagal, namun pihak Chechnya lain
yang tidak sependapat akhirnya memutuskan umtuk mengabdikan diri mereka
kepada Sovyet yang menjanjikan kebebasan, persamaan, tanah, dan
kekuasaan. Pada kenyataannya, slogan Sovyet pada masa revolusi “masa
depan yang lebih baik” tidak pernah terwujud juga di Chechnya. Bangsa
Chechen akhirnya angkat senjata juga pada masa razim Stalin. Kekacauan
dan kerusuhan semakin berubah menjadi perang gerilya. Pada masa ini
banyak terjadi genocide (pemusnahan banyak orang dalam satu waktu) dan
pengusiran kepada beberapa petinggi Chechnya. Hampir 40% orang Chechnya
yang hilang atau tidak jelas keberadaannya.
Setelah masa Stalin, muncul pemikiran untuk membangkitkan lagi
Republik Mandiri Sosialis Sovyet Chechnya-Ingush, sebagai salah satu
negara satelit Sovyet. Pejuang-pejuang lama yang dulu dibuang dan
diasingkan semacam Vainakhs, kembali lagi. Yang patut disayangkan,
betapa rehabilitasi wilayah dan politik bangsa Chechen dan Ingush tidak
pernah diwujudkan.
Bangsa Chechen merasa bahwa mereka menjadi warga kelas dua di tanah
leluhur mereka sendiri. Budaya tradisional Chechen dan Ingush dilarang
penggunaan dan pengetahuannya, karen amenginginkan satu budaya yang
sama, Rusia. Mengajar di sekolah ataupun instansi-instansi resmi harus
menggunakan bahasa Rusia. Bahasa mereka pun secara langsung hanya
digunakan di dalam rumah saja. Pembudayaan Rusia ini akhirnya
menghanguskan budaya tradisional mereka.
Pada tahun 1960-an, muncul keberanian dari sebagian warga Chechnya
untuk mengirim surat/petisi kolektif kepada Central Committee Partai
Komunis di Moskow yang mengkritik sikap pemerintah daerah mereka
terhadap kehidupan bermasyarakat dan berbudaya mereka. Tapi reaksinya
sangat negatif, bahkan terkesan menutup mata atas apa yang terjadi di
sana. Kejadian ethnocide ini akhirnya berlangsung selama 30 tahun, dan
mematikan unsur-unsur dasar kehidupan suku bangsa Chechen dan Ingush,
serta menimbulkan trama yang tidak gampang dilupakan bagi korban
pemaksaan itu. Ketika kehormatan sosial sebagai bangsa mereka dicabut,
kehormatan sebagai sutau bangsa diinjak-injak dan digantikan oleh
‘nasionalisme’ Rusia yang berusaha memasuki kehidupan mereka dengan
cepat dan memaksa laksana kanker. Proses ini terus berlangsung, dan
memuncak ketika disintegrasi Uni Sovyet terjadi tahun 1991, dan
etnonasonalisme baru muncul.
Periode Keenam
Masa Gorbachev dengan perestroika, Uni Sovyet yang hancur memancing
perang kemerdekaan baru bagi bangsa Chechen. Dipimpin oleh Jenderal
Dzhokhar Dudayev, ibukota Grozny direbut pada tahun 1991. Proklamasi
mereka diumumkan, namun tetap tidak diakui presiden Rusia terpilih,
Boris Yeltsin. Keadaan memanas ketika sebelum Sovyet runtuh, Amerika
Serikat ikur melatih laskar-laskar jihad melalui CIA untuk membangkitkan
perlawanan di daerah-daerah Rusia, bahkan Osama bin Laden merupakan
produk CIA. Dudayev yang meninggal akibat serangan roket tahun 1995,
digantikan oleh Aslan Mashkadov yang terpilih pada 1997. Pada awal tahun
1999, ia menjadikan Syariah Islam sebagai hukum negara, yang memicu
perpecahan di dalam gerakan perlawanan Chechnya sendiri.
Kemudian muncul tuduhan bahwa orang Chechen membantu gerakan
perlawanan Islam di Dagestan, yang walaupun tanpa bukti yang kuat
membuat Rusia melakukan serangan besar-besaran kembali. Bantuan ini
diperkirakan memang pantas dilakukan mengingat keadaan geografis dan
ikatan kultur-religius sesama Islam yang sedang tertindas Rusia.
Perlawanan Chechnya ini diikuti juga serangkaian bom bunuh diri di
kota-kota besar Rusia, yang sempat membuat ketakutan atas keberadaan
etnis Kaukasus bagi orang awam. Respon pemerintah Rusia yang dipimpin
Vladimir Putin sangat brutal, is memerintahkan perang skala besar dan
pembumi hangusan daerah pertikaian, yang memaksa terjadinya pengungsian
dan pembunuhan terhadap rakyat sipil. Tercatat 1,3 juta orang Chechen
meninggalkan Chechnya yang sudah luluh lantah. Hal ini diperkirakan
merupakan cara Rusia supaya lebih gampang menggempur Chechnya dengan
anggapan bahwa yang tidak mengungsi adalah lawan mereka dan tidak perlu
berpikir lagi. Bumi hangus dilakukan untuk mempersempit ruang gerak
pasukan perlawanan gerilya. April tanggal 20 tahun 2000 ada tawaran
gencatan senjata oleh Mashkadov, yang ditolak Rusia dengan alasan
perlawanan mereka lebih kepada melindungi para kriminal dan penguasa
setempat yang mangkir kepada pemerintahan Rusia. Dan pada bulan Juni di
tahun yang sama, terjadi lebih banyak kontak senjata, serangan bom bunuh
diri, dan gempuran dari pasukan gerilya Chechnya yang menunjukkan
perjuangan mereka masih panjang.
Maret 2003 disetujui diadakan referendum untuk menentukan bagaimana
Chechnya merdeka sebagai sebuah negara bagian dan akan bergabung ke
dalam Federasi Rusia (sebenarnya masih merupakan kontradiksi dimana
hasilnya sangat tidak populer dan masih dianggap sebagai sebuah
kecurangan politik Rusia oleh dunia luar), yang akhirnya menyetujui
konstitusi baru bagi rakyat Chechnya. Bulan Oktober di tahun yang sama
Ahmad Kadirov, seorang kunci bagi Rusia untuk tetap berkuasa di
Chechnya, terpilih menjadi presiden. 9 Mei 2004 saat Rusia merayakan
hari kemenangan atas Jerman di Perang Dunia II, Kadirov dan beberapa
orang terdekatnya terbunuh dalam serangan bom di stadion tempat ia
menonton pertunjukan. Hal ini sangat mematahkan harapan Rusia. Kemudian
serangan teror kembali berkecamuk di Rusia, yang dianggap berkaitan
dengan masa pemilihan presiden baru bagi Chechnya.
Tapi kasus yang paling penting adalah di mana Rusia berusaha
membebaskan sandera ratusan anak-anak yang berakhir dengan serangan ke
dalam sekolah tanpa memedulikan hidup dari anak-anak tadi. Kontak
senjata terjadi selama 10 jam yang mengakibatkan banyak bom terpicu dan
meledakkan bebearapa bagian sekolah, dan menewaskan puluhan sandera. Hal
ini mendapat kecaman betapa menunjukkan kekuatan Rusia yang kurang
mahir dalam mengatasi negosiasi dengan teroris, yang mana ada indikasi
no-compromice pemerintah Rusia dengan perlawanan Chechnya. Hal ini
memancing kritik dari banyak negara yang justru mengecam Rusia akan
geraka gegabahnya.
Kesimpulan
Melihat pergerakan rakyat Chechnya yang memang sudah membudaya untuk
segera merdeka sangatlah menunjukkan bahwa masih terjadi sejarah
kejadian kelam yang belum selesai hingga sekarang. Masalah utamanya
adalah hubungan antara satu bangsa yang bertetangga, namun sangat
memaksa (Rusia dan Chechnya). Terjadi konfrontasi permanen antara
keduanya sejak abad 18 sekalipun belum selesai hingga sekarang, yang
ditunjukkan dengan pergolakan yang terus tumbuh (degenerasi) dan muncul
hampir setiap 40 tahunan sekali. Operasi militer yang terjadi di daerah
itu hanya menambah urutan warga negara yang meninggal, tapi tidak
menyelesaikan masalah.Etnonasionalisme dianggap sebagai cara terbaik mengatasi semua masalah Chechnya ini. Kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi bangsa ini telah terpuruk sebegitu dalamnya. Perjuangan mereka ini selalu menemui hambatan oleh kekerasan yang dilakukan Rusia yang tidak rela melepas negara ini sejak berabad-abad yang lalu, yang sebagian besar disebabkan oleh letaknya yang strategis sebagai daerah benteng (Pegunungan Kaukasus) alami yang susah ditembus dari luar, sebagai daerah jalur pipa minyak Rusia, serta daerahnya yang cukup subur akan hasil-hasil alam, khususnya minyak tadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar